(8.4) Al-Qur'an Hadits : Kedudukan Hadits dan Fungsinya Terhadap Al-Qur'an
1. Tujuan Pembelajaran
Tujuan utama dari modul ini adalah membekali mahasiswa dengan pemahaman tentang kedudukan hadis dalam syariat Islam dan fungsi hadis dalam memperkuat serta memperjelas ketentuan dalam Al-Qur'an. Melalui modul ini, mahasiswa diharapkan dapat:
Menganalisis hubungan antara hadis dan Al-Qur'an dalam konteks hukum Islam.
Menyadari pentingnya hadis sebagai sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an.
Memahami berbagai fungsi hadis terhadap Al-Qur'an dalam memandu pengamalan ajaran Islam.
Menerapkan pemahaman ini dalam konteks pendidikan, terutama dalam memberikan perlindungan bagi anak yatim sesuai ajaran Islam.
2. Kedudukan Hadis dalam Islam
Hadis memiliki kedudukan sangat penting dalam syariat Islam karena fungsinya sebagai penjelas terhadap Al-Qur'an. Berdasarkan QS. Al-Nahl (16:44), Allah menurunkan Al-Qur'an agar Rasulullah SAW dapat memberikan penjelasan yang memudahkan pemahaman bagi umat. Ini menegaskan peran Nabi sebagai komunikator utama yang menyampaikan wahyu sekaligus menafsirkan dan memperjelas maksud dari Al-Qur'an. Imam Ahmad dan ulama lainnya menyatakan bahwa memahami Al-Qur'an secara utuh tidak mungkin tanpa bantuan hadis yang menjelaskan konteks dan penerapan dari wahyu tersebut. Oleh karena itu, dalam syariat Islam, hadis menempati posisi penting setelah Al-Qur'an.
Kedudukan hadis diperkuat oleh banyak dalil, baik dari Al-Qur'an maupun hadis sendiri. Beberapa ayat dalam Al-Qur'an, seperti dalam QS. Ali ‘Imran (3:23) dan QS. An-Nisa (4:59), mewajibkan umat untuk menerima dan mengikuti apa yang disampaikan oleh Rasul sebagai tuntunan hidup. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Malik, Rasulullah bersabda, "Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian yang kalian tidak akan tersesat selagi berpegang teguh pada keduanya, yaitu berupa kitab Allah dan sunnah rasul-Nya.” Ini menunjukkan bahwa hadis adalah sumber utama yang harus diikuti bersama Al-Qur'an. Hadis lain juga menunjukkan kewajiban untuk mengikuti sunnah Nabi dan para Khulafa al-Rasyidin.
Sebagai sumber hukum kedua, hadis juga telah mendapatkan legitimasi dari ijmak (kesepakatan) para ulama. Contoh kasus yang memperkuat kedudukan hadis adalah saat Umar Ibn Khattab menyatakan kepada Hajar Aswad bahwa ia memuliakannya hanya karena Rasulullah menciumnya, bukan karena batu itu sendiri memiliki kekuatan. Contoh ini menunjukkan bahwa tindakan Rasul menjadi standar perilaku dan pemahaman hukum bagi umat Islam.
3. Fungsi Hadis Terhadap Al-Qur'an
Para ulama memberikan berbagai klasifikasi fungsi hadis terhadap Al-Qur'an, meskipun ada perbedaan istilah yang digunakan. Secara umum, fungsi-fungsi ini meliputi:
Bayan Taqrir (Penegas): Fungsi hadis sebagai penegas atau penguat dari ketentuan yang sudah ada dalam Al-Qur'an. Fungsi ini memperkuat perintah atau larangan dalam Al-Qur'an agar semakin jelas. Misalnya, QS. Al-Maidah: 6 menyebutkan syarat berwudu sebelum shalat, dan hadis Nabi SAW menyatakan bahwa Allah tidak akan menerima shalat orang yang tidak berwudu. Hadis ini menegaskan perintah dalam Al-Qur'an tentang syarat kebersihan sebelum ibadah.
Bayan Tafsir (Penjelas): Fungsi ini adalah yang paling sering dilakukan hadis terhadap Al-Qur'an, yaitu menjelaskan ayat-ayat yang masih bersifat umum atau global dalam Al-Qur'an. Hadis memberi rincian mengenai tata cara dan hukum-hukum yang perlu dipenuhi. Contohnya, Al-Qur'an memerintahkan untuk melaksanakan shalat, tetapi tidak menjelaskan rincian caranya, jumlah rakaat, atau waktu pelaksanaannya. Hadis Nabi kemudian memberikan panduan lengkap mengenai tata cara shalat yang menjadi pedoman bagi umat Islam.
Bayan Takhshish (Pengkhusus): Dalam fungsi ini, hadis bertindak sebagai pengkhusus ayat-ayat yang sifatnya umum dalam Al-Qur'an. Salah satu contoh penting dari fungsi ini adalah dalam ketentuan pembagian warisan. Al-Qur'an menetapkan warisan secara umum, tetapi hadis mengkhususkan bahwa Muslim tidak dapat mewarisi harta non-Muslim, begitu pula sebaliknya. Fungsi pengkhususan ini membantu memudahkan umat dalam mengamalkan hukum waris dengan kondisi tertentu.
Bayan Taqyid (Pembatas): Fungsi ini membatasi ketentuan Al-Qur'an yang bersifat mutlak. Misalnya, QS. Al-Maidah: 38 yang menyebutkan hukuman potong tangan bagi pencuri. Ketentuan ini tampak mutlak, tetapi hadis membatasi penerapan hukum tersebut, dengan ketentuan bahwa pencuri harus memenuhi syarat-syarat tertentu, misalnya nilai barang yang dicuri harus di atas ambang batas yang ditetapkan.
Bayan Tasyri’ (Pembuat Hukum Baru): Hadis juga berfungsi sebagai sumber hukum untuk ketentuan yang tidak disebutkan dalam Al-Qur'an atau hanya disebutkan secara garis besar. Misalnya, zakat fitrah tidak dijelaskan dalam Al-Qur'an, tetapi diperintahkan secara jelas dalam hadis. Hal ini menunjukkan bahwa hadis juga memiliki peran dalam menetapkan ketentuan hukum yang belum ada dalam Al-Qur'an namun tetap menjadi kewajiban bagi umat Islam.
Bayan Nasakh (Penghapus): Fungsi ini lebih kontroversial dan diperdebatkan di antara ulama, apakah hadis dapat menghapus ketentuan dalam Al-Qur'an atau tidak. Sebagian ulama seperti Mu’tazilah dan Hanafiyah menerima bahwa hadis dapat menggantikan ketentuan dalam Al-Qur'an jika relevansi dari ketentuan Al-Qur'an sudah tidak dapat diterapkan. Namun, ulama lain seperti Imam Syafi’i menolak bahwa hadis dapat membatalkan ketentuan Al-Qur'an.
4. Hadis Tentang Anak Yatim: Fungsi dan Kandungannya
Anak yatim mendapat perhatian khusus dalam syariat Islam, sebagaimana termuat dalam Al-Qur'an dan hadis. QS. Al-An'am: 152 melarang umat Islam mendekati atau mengambil harta anak yatim kecuali dengan cara yang baik hingga mereka dewasa. Hadis memperkuat ketentuan ini dengan menyatakan bahwa memakan harta anak yatim adalah salah satu dosa besar yang harus dihindari. Selain larangan tersebut, Nabi SAW juga menjelaskan ganjaran bagi orang yang merawat anak yatim: ia akan berada dekat dengan Nabi di surga seperti dua jari yang berdampingan.
Dalam hal ini, hadis berfungsi sebagai Bayan Taqrir (Penguat) terhadap larangan dalam Al-Qur'an, sekaligus menambahkan ganjaran bagi mereka yang merawat dan mengasuh anak yatim. Al-Ahwadzi menjelaskan bahwa istilah “Kafil al-Yatim” mengacu pada orang yang mengurus kebutuhan dan pendidikan anak yatim. Hadis ini mendorong umat Islam untuk berperan lebih aktif dalam menyantuni anak yatim, mencakup segala aspek kebutuhan fisik, finansial, dan emosional mereka, serta mendidik mereka menjadi pribadi yang baik. Penegasan dari hadis ini menunjukkan bahwa memelihara anak yatim bukan hanya tugas sosial, tetapi juga amalan yang sangat bernilai dalam Islam.
5. Refleksi dalam Pendidikan Agama Islam (PAI)
Modul ini menekankan pentingnya pemahaman menyeluruh dan moderasi dalam mengajarkan ajaran Islam. Hadis tidak hanya berfungsi sebagai pelengkap Al-Qur'an, tetapi juga sebagai panduan yang mencegah ekstremisme dengan memberikan penjelasan yang lengkap. Pemahaman moderat atau i’tidal—yang berarti sikap adil, lurus, dan seimbang—dapat mencegah pemahaman agama yang menyimpang. Dalam konteks pendidikan, guru PAI harus mampu menyampaikan ajaran Islam secara komprehensif dan tidak hanya berfokus pada teks saja, tetapi juga pada konteks dan penafsiran yang disampaikan oleh ulama.
Guru PAI diharapkan dapat menerapkan metode yang sesuai dengan fungsi hadis terhadap Al-Qur'an, seperti menjelaskan yang umum, mengkhususkan yang umum, membatasi yang mutlak, dan menambahkan ketentuan yang diperlukan. Cara ini membantu siswa memahami ajaran Islam secara bertahap dan logis, sehingga mereka dapat menerima dan menerapkan ajaran Islam dengan baik dalam kehidupan mereka.
Selain itu, pemahaman terhadap fungsi-fungsi hadis ini juga menunjukkan kepada para pendidik PAI bahwa tugas mereka bukan hanya menyampaikan materi secara harfiah, tetapi juga memberikan pengertian mendalam yang mempertimbangkan kebutuhan dan pemahaman siswa. Implementasi metode ini dalam pengajaran memberikan siswa
pemahaman yang seimbang antara teks agama dan konteks sosial yang relevan.
Didalam Modul ini menunjukkan bahwa Al-Qur'an dan hadis memiliki hubungan yang integral dan saling melengkapi dalam membentuk syariat Islam. Keduanya tidak dapat dipisahkan dalam konteks hukum Islam. Hadis memperkuat dan memperjelas berbagai aspek yang disampaikan secara umum dalam Al-Qur'an, menjadikannya pedoman hidup yang dapat diterapkan dalam berbagai situasi dan kondisi. Hadis tidak hanya melengkapi ketentuan Al-Qur'an tetapi juga menambah hukum yang belum disebutkan secara rinci, sehingga umat Islam dapat mengamalkan ajaran agama secara lebih lengkap dan relevan.
Dengan pemahaman yang menyeluruh tentang kedudukan dan fungsi hadis, umat Islam dapat menghindari kesalahan interpretasi dan menjalankan ajaran Islam secara lebih benar dan seimbang. Modul ini juga memberikan landasan bagi mahasiswa dan pendidik untuk lebih memahami dan mengajarkan Islam dengan cara yang sesuai dengan nilai-nilai moderasi, yang mendorong harmoni antara penafsiran teks dan konteks.
Diskusi